Pemilu 2009, Selamat Tidur Golkar
Djoko Su'ud Sukahar - detikNews
Jakarta - Golkar 'berubah'. Partai ini membuat kejutan. Rapimnas yang digelar pekan kemarin melahirkan keputusan 'demokratis'. Partai ini mengakomodasi faksi yang ada dalam tubuh beringin. Calon presiden (capres) yang semula mono berubah hetero. Malah Akbar Tandjung, Sri Sultan HB X dan Fadel pun masuk bursa kandidat. Ada apa gerangan?
Partai Golkar memang di ambang kehancuran. Banyak lembaga survei memprediksi perolehan suara yang ditimba dalam Pemilu 2009 nanti bakal melorot di bawah 20%. Itu karena sikap ketua umum (ketum) partai ini, Jusuf Kalla (JK), yang gampang memecat dan memberi sanksi kader yang dianggap tidak loyal.
Akibat tindakan itu, Partai Golkar oleng. Partai ini kehilangan sekoci. Sayap-sayap partai ini patah. Dan di banyak daerah, saban calon gubernur, bupati atau walikota yang diajukan Golkar rontok semuanya. Mereka kalah. Ironisnya mayoritas dikalahkan oleh kader Golkar sendiri yang diusung partai lain.
Kekalahan demi kekalahan itu ternyata tidak kunjung dijadikan cermin untuk berkaca. JK tetap menerapkan 'gaya pendekar mabuk'. Kebijakan partai dilakukan suka-suka dia. Tak perduli kebijakan itu semakin menyulitkan 'orang daerah' (DPD) dalam menjaga pamor partai yang terus meredup ini.
Di sisi lain, 'orang pusat' (DPP) juga tidak solid. Mereka terkotak-kotak dalam faksi. Tiap langkah yang dilakukan bukan untuk membesarkan partai, tapi untuk membangun jaringan bagi kepentingan individu. Itu yang membuat JK 'dibiarkan mabuk', dan semuanya suka-ria jika Ketumnya terus dalam kondisi 'mabuk'.
Titik kulminasi dari keadaan ini akhirnya meledak pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar pekan kemarin. JK dihadapkan kenyataan pahit. Dia yang merasa menjadi 'dirijen' dalam konser besar yang dilakukan partai ini tidak mampu lagi membangun harmoni. Tangannya memberi aba-aba, tapi para 'pemusiknya' menggesek di luar partitur.
Akibatnya suara sumbang bermunculan. Akbar Tandjung yang dianggap 'oposan' namanya masuk sebagai capres Partai Golkar. Fadel Muhammad yang 'dijegal' bergulir ditampilkan. Dan Sri Sultan yang baru saja 'mbalelo' mencapreskan diri melalui SOKSI menjadi salah satu calon yang diusung.
JK tidak berdaya. Dia kehilangan kendali. Calon tunggal capres dari partai ini yang sudah di tangan hilang dari genggaman. Partai Golkar seperti kehilangan pimpinan. Partai ini jadi 'tak bertuan'. Itu berkat 'revolusi' wakil-wakil dari daerah yang sadar Partai Golkar tidak prospektif lagi. Mereka serempak 'berdemo'. Memaksa Partai Golkar (JK) berubah atau sekalian hancur binasa.
Adakah dengan 'revolusi' ini Partai Golkar akan terselamatkan dalam pemilu tahun depan?
Golkar itu ibarat penyakit, dia sudah akut. Terpecah di pusat, kehilangan akar di bawah. Untuk itu faksi-faksi yang 'dipersatukan' bukan jaminan mampu kembali membesarkan Partai Golkar. Malah asumsi saya, partai ini dapat 10% suara saja sudah ajaib. Itu karena antar faksi itu telah makan asam garam. Mereka sangat paham pola JK menjalankan roda organisasi. Dan mereka tahu realitas Golkar (JK) di saban daerah.
Namun mengapa para kader Golkar itu tetap mempunyai kebanggaan menaiki 'kendaraan' partai ini? Rasanya ada dua alasan. Pertama nostalgia. Kedua partai ini punya 'kebesaran', kendati di tahun 2009 nanti bakal menjadi 'kebesaran' masa lalu.
Kebesaran ini yang banyak diincar. Sebab jika ditangani orang yang kapabel tidak sulit membawa Partai Golkar kembali sebagai partai besar. Dan kalau toh itu terjadi, tentu di tahun 2014 nanti.
Sekarang, selamat tidur di Pemilu 2009 Golkar. Bermimpilah yang indah-indah. Jangan bangun sebelum tahun 2014 tiba. (iy/iy)
2009-03-14
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
0 komentar to “ ”
Posting Komentar